Semuanya (tampak) adil dalam cinta dan peperangan.
Ketika seseorang ingin menguasai dunia, hanya ada dua buah
cara, lewat cinta atau lewat perang. Umumnya laki-laki menyukai cara perang
dibanding cinta atau biasanya menyatakan perang untuk memperjuangkan cinta. Tapi
wanita, selalu punya cara yang lebih baik untuk menguasai dunia.
Ini sebabnya bahwa hidup terasa tidak adil bahwa sampai
kapanpun wanita akan selalu lebih dewasa daripada laki-laki. Mungkin ini
kenyataan. Mungkin ini takdir. Mungkin.
Sejujurnya, gua gak pernah paham
sama isi dan jalan pikirannya cewek. Bahkan gua yakin, sebenarnya cewek pun gak
pernah paham sama isi dan jalan pikirannya sendiri.
Pernah
ada seorang cewek cantik dan jomblo pernah nanya sama gua, “lo itu baik dan
perhatian, tapi kenapa masih jomblo?” Saat itu gua pengen bales bilang gini,
“Emangnya kalo gua ini jahat dan cuek, trus punya istri lebih dari satu, lo mau
sama gua?”
Tapi
gua gak berani bilang gitu, lebih tepatnya gak bisa. Takutnya nanti dibilang
ngarep atau apalah. Yang jelas gua jadi sering berasumsi untuk urusan memahami
cewek. Sampai pada akhirnya gua menemukan satu kutipan yang pengen gua jadiin
tattoo di lengan, bunyinya begini, “if you don’t ask or do it now, the answer
is always assumption”. Dari kutipan tadi gua berusaha untuk menjalani
hidup ini dengan mudah dan sederhana, karena gua tau bahwa hidup ini sulit dan
rumit.
Menurut
gua pribadi, cewek terlalu ribet sama perasaannya sendiri, sedangkan cowok
enggak. Karena kenapa? Karena (kebanyakan) cowok itu berpikir dan bertindak
berdasarkan logikanya. Kalo logika sudah berjalan, mau seribet apapun, pasti
selalu ada cara untuk menguraikan ribetnya logika. Beda dengan perasaan,
terkadang perasaan bukan dari otak namun dari hati. Hati lebih kompleks
daripada otak. Hati gak mempunyai bentuk. Terkadang gua merasa bahwa hati
adalah anak dari otak. Dulu hati dan otak selalu berdampingan, kini hati
memilih jalannya yang lain. #tsaelah
Karena
cewek terlalu ribet sama perasaannya sendiri, sehingga timbul sikap untuk
menjaga perasaan orang lain. Untuk masalah menjaga perasaan ini juga bukan
hanya ada di kaum cewek, bahkan mungkin untuk banyak orang. Kenapa sih masih
banyak orang yang harus “menjaga perasaan” orang lain? Terkadang, bagi gua “menjaga
perasaan” orang lain itu seperti jebakan bom waktu. Akan ada saatnya karena
terlalu menjaga perasaan orang lain sehingga menjadi mengorbankan perasaan diri
sendiri.
Kalo
gak merasa salah yaa jangan marah kalo dikasih tau atau dikatain atau disindir.
Ini cuma masalah apakah lo secara pribadi emang udah siap buat menghadapi
masalah atau lo terlalu sensi. Kebanyakan orang kalo berhadapan dengan masalah
tuh langsung merasa sakit hati. Emang sih yaa kalo lagi sakit hati, menjalani
hari menjadi terasa lebih panjang dari biasanya. Tetap sih 24 jam dalam sehari,
tapi satu menit itu sama dengan 3600 detik. Gitu.
Kalo
lagi sakit hati, bawaannya pengen lari-lari dibawah hujan biar gak ketauan kalo
lagi nangis. Gitu.
Di
zaman serba instan dan cepat kayak sekarang, kenapa sih kalo urusan menyatakan
perasaan harus muter-muter dulu gak langsung ke intinya? Ironis. Seharusnya
urusan perasaan itu dibuat menjadi lebih simpel, tinggal tanya lalu take it or leave it. Gitu.
Banyak
orang yang takut bertanya, hanya karena dikira bodoh. Menurut gua, itu kembali
ke tujuan awal bertanya. Apakah tujuannya ingin mencari tau? Ingin pamer? Atau
ingin berbagi pandangan? Macem-macem tujuannya. Tinggal bagaimana kita
mengidentifikasi maksud dan gelagat dari orang yang bertanya. Orang bijak
pernah bilang gini, “Bertanya mungkin bikin keliatan goblok semenit, tapi kalo
gak nanya sama sekali akan bikin lo goblok seumur hidup”.
Terkadang,
hal yang bikin orang takut bertanya adalah karena gak siap dan gak terima
dengan jawaban yang muncul. Itu cuma masalah kepribadian orangnya sendiri.
Masalah jawabannya nyakitin atau engga, bisa disikapi dengan bijaksana. #sotoyajaterusbang
13 Mei lalu. Sempet terulang lagi kedua kalinya. Hanya butuh
3 hari untuk memperbaiki hati.
Gara-gara itu dampaknya jadi buruk. Bukan cuma dari dalam, tapi sampai ke
urusan luar yang seharusnya gak perlu ikut-ikutan. Dari urusan kuliah, teman,
sampai orang tua.
Paling sulit adalah menghilangkan kebiasaan yang sudah diciptakan. Mungkin ini
hanya perlu pelan-pelan, ketika sudah siap waktunya hanya perlu berlari hingga
tujuan.
Bukan berarti menutup tali silaturahmi, mungkin dia yang perlu nyali untuk
berani menyapa “Hai” lebih dulu. Lalu obrolan berjalan hingga jenuh mengusir
waktu.
Btw, tulisan ini terlalu random untuk dibaca dan dimengerti.
Maklumlah, lagi (terasa) sakit hati.
Fuck. Jadi kacau, kan. Cowok kok lemah begini. Hih.
Fuck. Jadi kacau, kan. Cowok kok lemah begini. Hih.
PS
untuk penulis: Lain kali kalo nulis jangan pake hati, bang. Nulis tuh pake
tangan dan perasaan.
Ohh .. ternyata ini sebabnya #NowIKnow :D
BalasHapus