Aku adalah seorang Bajingan.
Bajingan yang mempunyai satu mata, dua hidung, tiga mulut, empat telinga, dan
lima tangan. Kamu tak perlu sempat untuk bertanya atau berpikir mengapa aku
bisa dilahirkan dengan kondisi seperti ini. Aku hanya tahu bahwa aku memang
dilahirkan untuk menjadi seorang Bajingan.
Sebuah mata yang melekat pada wajah
rupawanku ini, -sebagian besar wanita mengatakan aku ini pria yang rupawan-
hanya mampu melihat dari satu perspektif saja. Perspektif egois, sadis, binatang,
dan buruk menuruk buku pelajaran SD yang pernah saya terima begitu saja dari
ucapan guruku.
Bila kau lihat lebih dekat, aku
memiliki mata yang sungguh sempurna. Bola mata sebening permata, pupil mata
berwarna emas, serta tegas. Seharusnya mata kepunyaanku ini cocok disebut
sebagai mata yang paling indah di dunia. Sesungguhnya sangat menyenangkan hanya
memiliki satu buah mata, cukup melihat dari satu sisi lalu menilai segala hal
dari satu sisi. Sisi jahatku. Bagiku, ini hal yang sangat menyenangkan.
Entah mengapa orang lain yang
bermata dua tampak benci melihatku. Untukku, mereka hanya iri karena harus
melihat dari dua sisi. Mungkin menurut mereka melihat dari dua sisi itu amat
melelahkan. Harus memutuskan untuk melihat hal yang baik dan buruk untuk dirinya
sendiri bahkan untuk orang lain di sekitarnya. Bagiku mereka hanyalah lebih
rendah dari sampah penjilat yang tak mampu berdiri dengan tegak. Lebih rendah
dari sampah masyarakat dimanapun… Seperti kedua ayahku terdahulu.
Aku juga mempunyai dua hidung. Dua
buah hidung yang paling sempurna. Mancung, simetris, dan tampak indah bila
dilihat dari depan maupun dari samping. Aku bangga dengan kedua hidung ini.
Yang satu mampu mencium aroma menyenangkan, yang satu mampu mencium aroma
menjijikan. Seperti yang aku bilang, aku ini adalah Bajingan, karena aku punya
dua hidung jadi aku gunakan keduanya untuk mencium aroma yang menyenangkan
saja.
Menurut kamu, aku ini orangnya
egois? Biarkan. Menurutku tidak. Itu salahmu sendiri tidak punya dua hidung.
Kalau kamu mau, minta sendiri kepada penciptamu. Memangnya kamu mau kalau ada
orang lain yang mengatur hidungmu sendiri? Tidak, bukan? Aku pun. Aku punya dua
buah hidung dan aku bebas memilih aroma yang aku nikmati. Kau pikir aku tidak
bisa berlaku adil untuk hidungku sendiri? Kau salah kawan. Aku dulu sering
bersikap adil. Sangat adil. Itu saat pertama kali aku dilahirkan ke dunia ini…
Sampai kedua ayahku masih hidup, aku harus memilih bahagia dengan hidungku
sendiri.
Orang lain memiliki satu buah
mulut, aku punya tiga. Letaknya berjajar ke samping, tepat di bawah kedua
hidung sempurnaku. Mulut paling kiri ditakdirkan untuk menciptakan kata-kata
buruk. Mulut tengah ditakdirkan untuk mengeluarkan kata-kata bijak. Mulut
paling kanan ditakdirkan untuk mengucapkan kata-kata manis. Untuk hal tersebut,
hanya aku yang mengetahui kemampuan dari masing-masing mulutku sendiri.
Sebelumnya niatku adalah mentattoo bagian bawah mulutku dengan tulisan “BURUK”,
“BIJAK”, “BAIK”. Seperti label sebuah produk yang menjelaskan bagian dalamnya. Niatku
sederhana, agar ketika orang lain hanya mendengar mulut paling kanan saja,
mendengar perkataan mulut tengah bila diperlukan, dan menutup telinga bila
mulut kiri mulai berbicara. Namun aku merasa itu tidak adil, jadi kubiarkan
saja. Lagipula kuurungkan niat tersebut karena ulah kedua ayahku.
Aku memilih untuk menggunakan satu
per satu mulutku bila berbicara dengan orang lain. Aku memang menggunakan
sesuai karakter mulutku masing-masing. Akan tetapi karena banyak yang
membenciku, terutama yang tidak mengenalku, aku jadi sering menggunakan mulutku
ini untuk memberi pelajaran ke semua musuhku. Aku menggunakan mulut kanan
ketika berbicara tiga mata dengan musuhku, lalu mulut tengah dengan orang lain
yang iba padaku, kemudian mulut kiri untuk mengobrol dengan teman-teman dari
musuhku.
Sering sekali aku memperlakukan
ketiga mulutku seperti tadi. Hal ini tentunya amat menyenangkan. Meskipun kau
punya banyak musuh, tentunya kau jadi punya banyak kawan, kawan untuk memusuhi
para musuh-musuhmu sendiri. Setiap mulut sudah memiliki fungsinya, namun aku
senang sekali mengaduk-ngaduk isinya. Kuberi tahu kau satu hal, jangan pernah
cari masalah denganku. Karena kau tak akan tahu kata-kata yang keluar dari
mulutku sendiri.
Kelebihan dari ketiga mulutku ini
banyak membuat iri para wanita. Dari berbagai wanita yang dulu pernah dekat
denganku sebenarnya sangat paham dari setiap karakter mulutku tapi mereka cukup
diam dan menikmati saja. Para wanita ini menganggap bahwa punya tiga mulut ini
enak. Bebas memaki atau memuji sepuasnya, makan lebih banyak, dan hal lain yang
mereka sukai. Padahal mereka tidak tahu saja kalau aku lebih sering menggunakan
ketiga mulutku untuk bergosip dengan teman-teman mereka. Berkata manis di
depan, berkata buruk di belakang. Tipikal kedua ayahku dahulu.
Kamu hanya punya sepasang telinga?
Selamat, kamu rugi menjadi manusia yang biasa-biasa saja. Kamu adalah manusia
yang tidak akan masuk sejarah bahkan sejarah pun enggan menyebut namamu
sendiri. Aku punya dua pasang telinga. Ya, ada empat buah telinga di kepalaku.
Telinga ini amat sempurna. Sekali lagi, SEMPURNA. Telinga ini mampu mendengar
suara di kepala orang lain bahkan suara di hati. Aku yakin bila ilmuwan tahu
hal ini, aku akan sangat dicari dan diburu untuk jadi objek penelitian karena
keistimewaan telinga ini.
Aku tegaskan sekali lagi. Empat
buah telinga ini amat sempurna. Aku bisa mendengar nafas serangga dari jarak
ribuan kilometer jauhnya. Aku mampu mendengar bunyi gerak satelit di luar
angkasa yang sedang mengubah posisi orbitnya. Hanya satu yang tidak bisa aku
dengar, suara hatiku sendiri. Aku yakin ini karena ulah kedua ayahku.
Dulu aku amat yakin mempunyai hati,
sama seperti kamu dan orang lain. Tapi semenjak insiden dengan kedua ayahku
dulu, aku jadi lupa seperti apa hati yang aku punya. Setelah itu, aku sangat
iri dengan orang lain yang memiliki hati. Sempat aku benci dengan diriku
sendiri, namun setelah lama kupikirkan, untuk apa aku harus iri dengan orang
lain? Bukankah aku ini makhluk spesial? Aku punya satu mata, dua hidung, tiga mulut,
empat telinga, dan lima tangan. Tidak ada orang lain yang menyamaiku.
Oiya, aku belum cerita tentang 5
tangan. Kelima tanganku ini tampak gagah. Ototnya besar, tulangnya kuat, dan
terlihat padat berisi. Pernah ada satu kakek renta menasehatiku setelah melihat
kelima tanganku dengan kalimat seperti ini, Tuhan menciptakan satu mulut dan
dua tangan agar kita sedikit bicara namun lebih banyak bekerja. Awalnya aku
percaya dengan nasehat kakek tersebut. Dulu aku amat yakin bisa mengubah dunia
menjadi lebih baik dengan kelima tanganku. Asalkan kelima tangan ini mampu
bekerja sama untuk menolong orang lain dan melakukan hal positif, aku yakin
dunia menjadi cerah. Tapi yang menjadi masalah adalah masing-masing dari kelima
tanganku ini memilih jalan hidupnya sendiri. Pastinya, tiga dari lima tanganku
ini lebih senang melakukan hal-hal buruk. Sebenarnya aku takut 2 tangan yang
lain ikut-ikutan menjadi buruk, tapi kudiamkan saja, toh mereka sudah memilih
jalan hidupnya. Sampai pada akhirnya, kelima tanganku sepakat untuk menghabisi
kedua ayahku. Kedua ayahku meregang nyawa ditanganku sendiri.
Aku punya dua orang ayah. Keduanya
merupakan sepasang bajingan paling bajingan yang pernah sangat aku kenal.
Dulunya, salah satu dari ayahku itu berwujud perempuan cantik. Dia yang
mengeluarkan aku dari rahimnya. Namun semenjak aku muncul ke dunia, aku
bersumpah telah mempunyai dua orang ayah dan akan membencinya seumur hidup.
Saat pertama kali kita bertemu, aku sudah tahu bahwa sebenarnya kedua ayahku
ini menyesal memilikiku. Bagi mereka, aku ini hanyalah sumber kegagalan dan
kematian atas ciptaan Tuhan. Bagi mereka, bukan Tuhan yang menciptakan aku,
tapi setan dan sebangsanya. Bagi mereka, aku ini seperti anak monster dari
neraka. Selanjutnya, hari demi hari kedua ayahku ini membenci dan menghujat
Tuhan lalu mengutuk aku.
Saat aku dalam rahim, tepat sebulan
lagi aku akan keluar, aku mendengar suara-suara yang terdapat di luar perut
ayahku. Banyak orang yang diam-diam mencibir bahwa anak yang terkandung dalam
perut ayahku adalah anak haram. Ayahku dulu seorang pelacur, ayahku yang satu
lagi adalah seorang preman yang disegani di banyak wilayah. Namun saat
mengandung aku, kedua ayahku percaya bahwa aku adalah titipan Tuhan berwujud
malaikat yang kelak memperbaiki kehidupannya nanti. Itu sebabnya meskipun
banyak orang mencela aku sejak dalam kandungan, namun setiap malam sebelum
tidur, kedua ayahku bersimpuh di kamar dan berdoa kepada Tuhan agar selalu
diberi rejeki dan kesehatan kemudian setelah berdoa ayahku mengecup hangat
perut ayahku satunya lagi sambil membisikkan kata-kata cinta.
Hari yang ditunggu kedua ayahku
tiba. Karena kekurangan biaya untuk bersalin di rumah sakit, ayahku
berinisiatif memanggil dukun beranak dari kampung sebelah untuk membantu proses
kedatanganku. Setelah dukun beranak tersebut berhasil mengeluarkanku, dukun
beserta kedua ayahku amat terkejut terhadap penampilan fisikku. Bahkan dukun
beranak tersebut melihatku dengan tatapan takut serta jijik. Setelah selesai
mengurus aku sambil menahan rasa mual, dukun tersebut menyerahkan aku kepada
ayah lalu kabur begitu saja. Aku tahu yang ada dalam pikiran dukun beranak itu,
ia mengira aku ini titisan jin terkutuk. Setelah kabur tanpa meminta bayaran
dan membereskan sisa persalinan, kini aku berada dalam pangkuan kedua ayahku.
Kudengar pertama kali ayah berkata padaku, “Dasar Bajingan!”. Esoknya terdengar
kabar bahwa dukun beranak tersebut gantung diri di rumahnya, mungkin saja
jiwanya terguncang setelah melihat aku.
Kedua ayahku masih saja kaget bukan
main dan tak percaya akan bentuk fisik anaknya sendiri. Seperti yang aku
bilang, aku ini punya satu mata, dua hidung, tiga mulut, empat telinga, dan
lima tangan. Hal normal dari fisikku ini adalah aku punya sebuah kepala dan
sepasang kaki. Namun hal tersebut tidak membuat kedua ayahku tenang justru
semakin menambah rasa heran dan jijik. Bayangkan, apa rasanya bila orang tuamu
sendiri heran dan jijik melihat anaknya? Bukankah itu amat sakit dan menusuk
hati?
Itu sebabnya aku bilang aku punya hati. Dulu.
Seminggu setelah aku lahir, banyak
warga sekitar mengunjungi kedua ayahku. Aku pikir, mereka datang untuk memberi
kado atau makanan sukacita menyambut kedatanganku. Tapi aku tau bukan itu sebab
mereka datang. Usut punya usut, aku mendengar dari bisikan warga yang mencibir
aku, mereka datang karena penasaran anak seperti apa yang lahir setelah dibantu
proses persalinannya oleh dukun beranak yang mati bunuh diri dengan cara
digantung. Setelah kedua ayahku mempersilahkan sebagian warga masuk ke rumah
dan memperkenalkan aku, seluruh warga tersebut memandang aku dengan jutaan
perasaan. Takjub, jijik, heran, takut, ingin muntah, kasihan, menangis, benci,
curiga, dan aneh melihat kondisi fisikku. Sebagian besar menggunjingkan aku di
belakang dengan menyebut aku sebagai anak haram, anak monster, bahkan anak
alien. Mereka mengatakan kepada kedua ayahku bahwa ini adalah karma dari Tuhan
dan hadiah kutukan untuk kedua ayahku akibat perilaku serta ulah ayahku dulu.
Singkat cerita, kedua ayahku mampu
merawatku hingga aku berumur hampir satu tahun. Sebenarnya mereka tahan
terhadap celaan orang lain ketika kedua ayahku bekerja mencari nafkah di luar
rumah untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, nasib berkata lain. Kedua ayahku
lebih sering melampiaskan kekesalan mereka dan kebencian mereka kepadaku. Di
rumah aku selalu dipukuli, bahkan bila aku menangis, kedua ayahku semakin
bersemangat mencaci dan memukuli aku. Kedua ayahku sering menyumpahi aku serta
memaki Tuhan karena merasa percuma berdoa selama ini. Aku sudah tidak tahan
dengan perilaku kedua ayahku ini. Rumah yang seharusnya menjadi istana, justru
tercipta seperti neraka.
Akhirnya, tepat 3 minggu sebelum
ulang tahunku yang pertama. Aku memutuskan untuk pergi dari rumah
selama-lamanya. Namun entah mengapa otak dan hati selalu bertentangan. Lewat
pertentangan itu, otak menjadi juaranya. Aku berpikir daripada nanti kedua
ayahku ini menciptakan Bajingan yang baru, lebih baik aku habisi saja kedua
ayahku lalu merelakan diriku menjadi Bajingan satu-satunya di muka bumi ini.
Saat itu, malam masih panjang.
Bulan masih bersinar dengan terang sementara kedua ayahku belum pulang. Aku
sudah menghapal diluar kepala jadwal kepulangan kedua ayahku. Si preman itu
akan pulang tepat pukul 2 malam. Sedangkan si pelacur itu akan pulang sekitar
pukul 5 subuh. Pukul 11 malam tadi, aku sudah menyiapkan sebotol racun tikus
dan sebilah kayu jati yang besar. Jangan tanya seperti apa aku membunuh kedua
ayahku, aku takut kamu meniru jalan yang salah lalu menjadi Bajingan seperti
aku.
Pagi hari sebelum matahari
menampakkan wujudnya, aku segera pergi diam-diam jauh ke desa bahkan kota lain,
ke tempat paling jauh dari rumah dan memulai hidup baru. Tak disangka, aku
menemukan sebuah tempat terpencil tak berpenghuni. Disana banyak sekali
rumah-rumah kosong tanpa pemilik namun masih terdapat lengkap perabotan rumah
beserta isinya. Aku mengira mungkin tempat ini terjadi sesuatu yang amat
mengerikan, seperti ada ancaman pembunuhan besar-besaran, bencana alam dahsyat,
atau hari esok akan terjadi sesuatu namun nyatanya tak pernah terjadi.
Aku memilih untuk hidup dan tumbuh
di tempat itu hingga beranjak dewasa. Aku mempelajari banyak hal dan
keterampilan dari buku-buku yang kuperoleh dari setiap rumah. Ketika waktunya
tiba, aku sudah harus siap untuk terjun ke lapangan menjadi seorang Bajingan
kelas atas dan menguasai dunia.
Saat ini, aku sudah pandai
melakukan banyak hal. Mulai dari keterampilan dasar seperti berburu, memasak,
dan berkelahi layaknya lelaki sejati. Serta beberapa keterampilan yang
kemungkinan besar akan sangat berguna nantinya seperti bermain sulap, berbicara
untuk meyakini dan mempengaruhi orang lain, hingga kemampuan untuk mendapatkan
wanita dalam sekejap. Sebagai lelaki normal, tentunya aku menyukai wanita. Dan
aku sangat paham akan selera wanita yang kuinginkan. Masalah kondisi fisikku
dapat diatasi dengan cara memperbaiki penampilan agar orang tidak merasa takut
dan aneh ketika berada didekatku.
Setelah aku merasa sudah cukup
punya nyali untuk tinggal di kota berpenghuni, kini saatnya aku meninggalkan
tempat terpencil tanpa nama ini. Sungguh lucu rasanya mengingat bahwa tempat
terpencil yang membuatku menjadi sekarang ini aku tak tahu nama tempatnya.
Bahkan aku tak tahu namaku sendiri.
Setelah berjalan beberapa hari, aku
tiba di sebuah kota. Kota besar yang tampak banyak sekali aktivitas tanpa henti
kecuali setiap orang di sini menginginkannya. Orang pertama yang aku ajak
bicara adalah seorang wanita paruh baya namun masih tampak sisa-sisa
kecantikannya masa muda dahulu yang bekerja di sebuah toko roti kering
dipinggir jalan. Setelah berbicara beberapa menit untuk mendapatkan informasi
tentang kota ini, wanita penjual roti kering ini mempersilahkan aku untuk
tinggal sementara di rumahnya hingga aku mendapat kepastian tempat tinggal
serta pekerjaan.
Sore hari setelah waktunya toko
roti kering itu tutup, aku berjalan pulang bersama wanita tersebut ke rumahnya.
Kemudian, malamnya kami bercinta begitu hebat sehingga membuat wanita ini
kecanduan. Pagi harinya, kami bercinta sekali lagi. Kemudian wanita itu berniat
untuk memperkenalkan kepada teman-temannya sesama penjual roti kering yang
ternyata juga janda.
Disini petualanganku dimulai.
Secara bergiliran, setiap minggu aku tinggal seatap dengan para janda penjual
roti tersebut. Selama itu pula aku hidup tanpa mengeluarkan sepeser pun namun
tetap mendapatkan uang saku setelah mencuri beberapa keping uang hasil
penjualan roti kering. Ketika uang yang kuperoleh sudah cukup, aku pergi
meninggalkan janda tersebut tanpa pamit lalu pergi ke janda yang lain untuk
melakukan hal yang sama.
Singkat cerita, uang yang telah aku
kumpulkan cukup banyak hingga aku mampu untuk membeli rumah mungil serta
kendaraan sederhana. Seperti yang aku bilang, aku ini seorang Bajingan. Aku
banyak memikat para wanita, baik itu muda maupun berkeluarga agar aku mampu
untuk tetap bertahan hidup di kota. Beberapa lelaki yang istrinya kurebut banyak
yang melabrak hubunganku namun tetap tidak berdaya melawanku karena aku ini
Bajingan yang cerdas dan kuat. Bila wanita tersebut tidak mampu untuk
menghidupi aku lagi, aku pergi mencari wanita lain tanpa perlu repot memikirkan
perasaan wanita yang aku tinggalkan. Untuk apa aku perlu repot-repot memikirkan
perasaan orang lain? Bukankah aku adalah makhluk sempurna yang tidak punya
hati?
Aku bersyukur saat ini tidak punya
hati. Setidaknya bila aku punya hati, aku tidak pernah menggunakannya dan
takkan pernah menggunakannya sampai saat ajal tiba nanti. Bagiku, hati hanyalah
seonggok barang fana yang menghalangi tujuan-tujuan manusia.
Sampai suatu ketika, aku merasa
bosan atas hidup ini. Aku merasa bahwa sudah cukup Bajingan seperti aku untuk
hidup. Sempat berpikir, sebenarnya aku ini bukan Bajingan. Justru mereka
manusia yang tampak normal secara fisiklah yang Bajingan. Mereka sedari kecil
diajarkan untuk peduli terhadap sesama namun ternyata setelah beranjak dewasa
hanya berkata peduli di mulut saja. Mereka hanya mampu berkata, tak mampu
bertindak. Mampu bertindak, namun karena memiliki tanduk. Mampu berkata, namun
karena tidak memiliki cinta.
Sesaat setelah introspeksi diri,
aku menyiapkan sebuah belati. Belati yang kuperoleh dari seorang wanita yang
mengatakan bahwa itu adalah belati kesukaan suaminya. Tak ada yang spesial dari
belati ini, yang jelas aku perlu menyelesaikan semua sekarang. Kucabut belati
tersebut dari sarungnya, lalu kutancapkan tepat di dada. Tidak terasa sakit,
namun anehnya sebuah cahaya kecil keluar dari lubang di dada akibat tusukan
belati.
Tubuhku lemas tak berdaya, pandanganku menjadi gelap, terakhir kulihat cahaya kecil itu pergi menjauh.
Bukit
Jimbaran, 15 April 2015.
Pspsihombing, ditulis dalam keadaan setengah mabuk.
Pspsihombing, ditulis dalam keadaan setengah mabuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar