Selasa, 21 April 2015

Cerita Tentang Seorang Bajingan

Aku adalah seorang Bajingan. Bajingan yang mempunyai satu mata, dua hidung, tiga mulut, empat telinga, dan lima tangan. Kamu tak perlu sempat untuk bertanya atau berpikir mengapa aku bisa dilahirkan dengan kondisi seperti ini. Aku hanya tahu bahwa aku memang dilahirkan untuk menjadi seorang Bajingan.

Sebuah mata yang melekat pada wajah rupawanku ini, -sebagian besar wanita mengatakan aku ini pria yang rupawan- hanya mampu melihat dari satu perspektif saja. Perspektif egois, sadis, binatang, dan buruk menuruk buku pelajaran SD yang pernah saya terima begitu saja dari ucapan guruku.

Bila kau lihat lebih dekat, aku memiliki mata yang sungguh sempurna. Bola mata sebening permata, pupil mata berwarna emas, serta tegas. Seharusnya mata kepunyaanku ini cocok disebut sebagai mata yang paling indah di dunia. Sesungguhnya sangat menyenangkan hanya memiliki satu buah mata, cukup melihat dari satu sisi lalu menilai segala hal dari satu sisi. Sisi jahatku. Bagiku, ini hal yang sangat menyenangkan.

Entah mengapa orang lain yang bermata dua tampak benci melihatku. Untukku, mereka hanya iri karena harus melihat dari dua sisi. Mungkin menurut mereka melihat dari dua sisi itu amat melelahkan. Harus memutuskan untuk melihat hal yang baik dan buruk untuk dirinya sendiri bahkan untuk orang lain di sekitarnya. Bagiku mereka hanyalah lebih rendah dari sampah penjilat yang tak mampu berdiri dengan tegak. Lebih rendah dari sampah masyarakat dimanapun… Seperti kedua ayahku terdahulu.

Aku juga mempunyai dua hidung. Dua buah hidung yang paling sempurna. Mancung, simetris, dan tampak indah bila dilihat dari depan maupun dari samping. Aku bangga dengan kedua hidung ini. Yang satu mampu mencium aroma menyenangkan, yang satu mampu mencium aroma menjijikan. Seperti yang aku bilang, aku ini adalah Bajingan, karena aku punya dua hidung jadi aku gunakan keduanya untuk mencium aroma yang menyenangkan saja.

Menurut kamu, aku ini orangnya egois? Biarkan. Menurutku tidak. Itu salahmu sendiri tidak punya dua hidung. Kalau kamu mau, minta sendiri kepada penciptamu. Memangnya kamu mau kalau ada orang lain yang mengatur hidungmu sendiri? Tidak, bukan? Aku pun. Aku punya dua buah hidung dan aku bebas memilih aroma yang aku nikmati. Kau pikir aku tidak bisa berlaku adil untuk hidungku sendiri? Kau salah kawan. Aku dulu sering bersikap adil. Sangat adil. Itu saat pertama kali aku dilahirkan ke dunia ini… Sampai kedua ayahku masih hidup, aku harus memilih bahagia dengan hidungku sendiri.

Orang lain memiliki satu buah mulut, aku punya tiga. Letaknya berjajar ke samping, tepat di bawah kedua hidung sempurnaku. Mulut paling kiri ditakdirkan untuk menciptakan kata-kata buruk. Mulut tengah ditakdirkan untuk mengeluarkan kata-kata bijak. Mulut paling kanan ditakdirkan untuk mengucapkan kata-kata manis. Untuk hal tersebut, hanya aku yang mengetahui kemampuan dari masing-masing mulutku sendiri. Sebelumnya niatku adalah mentattoo bagian bawah mulutku dengan tulisan “BURUK”, “BIJAK”, “BAIK”. Seperti label sebuah produk yang menjelaskan bagian dalamnya. Niatku sederhana, agar ketika orang lain hanya mendengar mulut paling kanan saja, mendengar perkataan mulut tengah bila diperlukan, dan menutup telinga bila mulut kiri mulai berbicara. Namun aku merasa itu tidak adil, jadi kubiarkan saja. Lagipula kuurungkan niat tersebut karena ulah kedua ayahku.

Aku memilih untuk menggunakan satu per satu mulutku bila berbicara dengan orang lain. Aku memang menggunakan sesuai karakter mulutku masing-masing. Akan tetapi karena banyak yang membenciku, terutama yang tidak mengenalku, aku jadi sering menggunakan mulutku ini untuk memberi pelajaran ke semua musuhku. Aku menggunakan mulut kanan ketika berbicara tiga mata dengan musuhku, lalu mulut tengah dengan orang lain yang iba padaku, kemudian mulut kiri untuk mengobrol dengan teman-teman dari musuhku.

Sering sekali aku memperlakukan ketiga mulutku seperti tadi. Hal ini tentunya amat menyenangkan. Meskipun kau punya banyak musuh, tentunya kau jadi punya banyak kawan, kawan untuk memusuhi para musuh-musuhmu sendiri. Setiap mulut sudah memiliki fungsinya, namun aku senang sekali mengaduk-ngaduk isinya. Kuberi tahu kau satu hal, jangan pernah cari masalah denganku. Karena kau tak akan tahu kata-kata yang keluar dari mulutku sendiri.

Kelebihan dari ketiga mulutku ini banyak membuat iri para wanita. Dari berbagai wanita yang dulu pernah dekat denganku sebenarnya sangat paham dari setiap karakter mulutku tapi mereka cukup diam dan menikmati saja. Para wanita ini menganggap bahwa punya tiga mulut ini enak. Bebas memaki atau memuji sepuasnya, makan lebih banyak, dan hal lain yang mereka sukai. Padahal mereka tidak tahu saja kalau aku lebih sering menggunakan ketiga mulutku untuk bergosip dengan teman-teman mereka. Berkata manis di depan, berkata buruk di belakang. Tipikal kedua ayahku dahulu.

Kamu hanya punya sepasang telinga? Selamat, kamu rugi menjadi manusia yang biasa-biasa saja. Kamu adalah manusia yang tidak akan masuk sejarah bahkan sejarah pun enggan menyebut namamu sendiri. Aku punya dua pasang telinga. Ya, ada empat buah telinga di kepalaku. Telinga ini amat sempurna. Sekali lagi, SEMPURNA. Telinga ini mampu mendengar suara di kepala orang lain bahkan suara di hati. Aku yakin bila ilmuwan tahu hal ini, aku akan sangat dicari dan diburu untuk jadi objek penelitian karena keistimewaan telinga ini.

Aku tegaskan sekali lagi. Empat buah telinga ini amat sempurna. Aku bisa mendengar nafas serangga dari jarak ribuan kilometer jauhnya. Aku mampu mendengar bunyi gerak satelit di luar angkasa yang sedang mengubah posisi orbitnya. Hanya satu yang tidak bisa aku dengar, suara hatiku sendiri. Aku yakin ini karena ulah kedua ayahku.

Dulu aku amat yakin mempunyai hati, sama seperti kamu dan orang lain. Tapi semenjak insiden dengan kedua ayahku dulu, aku jadi lupa seperti apa hati yang aku punya. Setelah itu, aku sangat iri dengan orang lain yang memiliki hati. Sempat aku benci dengan diriku sendiri, namun setelah lama kupikirkan, untuk apa aku harus iri dengan orang lain? Bukankah aku ini makhluk spesial? Aku punya satu mata, dua hidung, tiga mulut, empat telinga, dan lima tangan. Tidak ada orang lain yang menyamaiku.

Oiya, aku belum cerita tentang 5 tangan. Kelima tanganku ini tampak gagah. Ototnya besar, tulangnya kuat, dan terlihat padat berisi. Pernah ada satu kakek renta menasehatiku setelah melihat kelima tanganku dengan kalimat seperti ini, Tuhan menciptakan satu mulut dan dua tangan agar kita sedikit bicara namun lebih banyak bekerja. Awalnya aku percaya dengan nasehat kakek tersebut. Dulu aku amat yakin bisa mengubah dunia menjadi lebih baik dengan kelima tanganku. Asalkan kelima tangan ini mampu bekerja sama untuk menolong orang lain dan melakukan hal positif, aku yakin dunia menjadi cerah. Tapi yang menjadi masalah adalah masing-masing dari kelima tanganku ini memilih jalan hidupnya sendiri. Pastinya, tiga dari lima tanganku ini lebih senang melakukan hal-hal buruk. Sebenarnya aku takut 2 tangan yang lain ikut-ikutan menjadi buruk, tapi kudiamkan saja, toh mereka sudah memilih jalan hidupnya. Sampai pada akhirnya, kelima tanganku sepakat untuk menghabisi kedua ayahku. Kedua ayahku meregang nyawa ditanganku sendiri.

Aku punya dua orang ayah. Keduanya merupakan sepasang bajingan paling bajingan yang pernah sangat aku kenal. Dulunya, salah satu dari ayahku itu berwujud perempuan cantik. Dia yang mengeluarkan aku dari rahimnya. Namun semenjak aku muncul ke dunia, aku bersumpah telah mempunyai dua orang ayah dan akan membencinya seumur hidup. Saat pertama kali kita bertemu, aku sudah tahu bahwa sebenarnya kedua ayahku ini menyesal memilikiku. Bagi mereka, aku ini hanyalah sumber kegagalan dan kematian atas ciptaan Tuhan. Bagi mereka, bukan Tuhan yang menciptakan aku, tapi setan dan sebangsanya. Bagi mereka, aku ini seperti anak monster dari neraka. Selanjutnya, hari demi hari kedua ayahku ini membenci dan menghujat Tuhan lalu mengutuk aku.

Saat aku dalam rahim, tepat sebulan lagi aku akan keluar, aku mendengar suara-suara yang terdapat di luar perut ayahku. Banyak orang yang diam-diam mencibir bahwa anak yang terkandung dalam perut ayahku adalah anak haram. Ayahku dulu seorang pelacur, ayahku yang satu lagi adalah seorang preman yang disegani di banyak wilayah. Namun saat mengandung aku, kedua ayahku percaya bahwa aku adalah titipan Tuhan berwujud malaikat yang kelak memperbaiki kehidupannya nanti. Itu sebabnya meskipun banyak orang mencela aku sejak dalam kandungan, namun setiap malam sebelum tidur, kedua ayahku bersimpuh di kamar dan berdoa kepada Tuhan agar selalu diberi rejeki dan kesehatan kemudian setelah berdoa ayahku mengecup hangat perut ayahku satunya lagi sambil membisikkan kata-kata cinta.

Hari yang ditunggu kedua ayahku tiba. Karena kekurangan biaya untuk bersalin di rumah sakit, ayahku berinisiatif memanggil dukun beranak dari kampung sebelah untuk membantu proses kedatanganku. Setelah dukun beranak tersebut berhasil mengeluarkanku, dukun beserta kedua ayahku amat terkejut terhadap penampilan fisikku. Bahkan dukun beranak tersebut melihatku dengan tatapan takut serta jijik. Setelah selesai mengurus aku sambil menahan rasa mual, dukun tersebut menyerahkan aku kepada ayah lalu kabur begitu saja. Aku tahu yang ada dalam pikiran dukun beranak itu, ia mengira aku ini titisan jin terkutuk. Setelah kabur tanpa meminta bayaran dan membereskan sisa persalinan, kini aku berada dalam pangkuan kedua ayahku. Kudengar pertama kali ayah berkata padaku, “Dasar Bajingan!”. Esoknya terdengar kabar bahwa dukun beranak tersebut gantung diri di rumahnya, mungkin saja jiwanya terguncang setelah melihat aku.
Kedua ayahku masih saja kaget bukan main dan tak percaya akan bentuk fisik anaknya sendiri. Seperti yang aku bilang, aku ini punya satu mata, dua hidung, tiga mulut, empat telinga, dan lima tangan. Hal normal dari fisikku ini adalah aku punya sebuah kepala dan sepasang kaki. Namun hal tersebut tidak membuat kedua ayahku tenang justru semakin menambah rasa heran dan jijik. Bayangkan, apa rasanya bila orang tuamu sendiri heran dan jijik melihat anaknya? Bukankah itu amat sakit dan menusuk hati? 
Itu sebabnya aku bilang aku punya hati. Dulu.

Seminggu setelah aku lahir, banyak warga sekitar mengunjungi kedua ayahku. Aku pikir, mereka datang untuk memberi kado atau makanan sukacita menyambut kedatanganku. Tapi aku tau bukan itu sebab mereka datang. Usut punya usut, aku mendengar dari bisikan warga yang mencibir aku, mereka datang karena penasaran anak seperti apa yang lahir setelah dibantu proses persalinannya oleh dukun beranak yang mati bunuh diri dengan cara digantung. Setelah kedua ayahku mempersilahkan sebagian warga masuk ke rumah dan memperkenalkan aku, seluruh warga tersebut memandang aku dengan jutaan perasaan. Takjub, jijik, heran, takut, ingin muntah, kasihan, menangis, benci, curiga, dan aneh melihat kondisi fisikku. Sebagian besar menggunjingkan aku di belakang dengan menyebut aku sebagai anak haram, anak monster, bahkan anak alien. Mereka mengatakan kepada kedua ayahku bahwa ini adalah karma dari Tuhan dan hadiah kutukan untuk kedua ayahku akibat perilaku serta ulah ayahku dulu.

Singkat cerita, kedua ayahku mampu merawatku hingga aku berumur hampir satu tahun. Sebenarnya mereka tahan terhadap celaan orang lain ketika kedua ayahku bekerja mencari nafkah di luar rumah untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, nasib berkata lain. Kedua ayahku lebih sering melampiaskan kekesalan mereka dan kebencian mereka kepadaku. Di rumah aku selalu dipukuli, bahkan bila aku menangis, kedua ayahku semakin bersemangat mencaci dan memukuli aku. Kedua ayahku sering menyumpahi aku serta memaki Tuhan karena merasa percuma berdoa selama ini. Aku sudah tidak tahan dengan perilaku kedua ayahku ini. Rumah yang seharusnya menjadi istana, justru tercipta seperti neraka.

Akhirnya, tepat 3 minggu sebelum ulang tahunku yang pertama. Aku memutuskan untuk pergi dari rumah selama-lamanya. Namun entah mengapa otak dan hati selalu bertentangan. Lewat pertentangan itu, otak menjadi juaranya. Aku berpikir daripada nanti kedua ayahku ini menciptakan Bajingan yang baru, lebih baik aku habisi saja kedua ayahku lalu merelakan diriku menjadi Bajingan satu-satunya di muka bumi ini.

Saat itu, malam masih panjang. Bulan masih bersinar dengan terang sementara kedua ayahku belum pulang. Aku sudah menghapal diluar kepala jadwal kepulangan kedua ayahku. Si preman itu akan pulang tepat pukul 2 malam. Sedangkan si pelacur itu akan pulang sekitar pukul 5 subuh. Pukul 11 malam tadi, aku sudah menyiapkan sebotol racun tikus dan sebilah kayu jati yang besar. Jangan tanya seperti apa aku membunuh kedua ayahku, aku takut kamu meniru jalan yang salah lalu menjadi Bajingan seperti aku.

Pagi hari sebelum matahari menampakkan wujudnya, aku segera pergi diam-diam jauh ke desa bahkan kota lain, ke tempat paling jauh dari rumah dan memulai hidup baru. Tak disangka, aku menemukan sebuah tempat terpencil tak berpenghuni. Disana banyak sekali rumah-rumah kosong tanpa pemilik namun masih terdapat lengkap perabotan rumah beserta isinya. Aku mengira mungkin tempat ini terjadi sesuatu yang amat mengerikan, seperti ada ancaman pembunuhan besar-besaran, bencana alam dahsyat, atau hari esok akan terjadi sesuatu namun nyatanya tak pernah terjadi.

Aku memilih untuk hidup dan tumbuh di tempat itu hingga beranjak dewasa. Aku mempelajari banyak hal dan keterampilan dari buku-buku yang kuperoleh dari setiap rumah. Ketika waktunya tiba, aku sudah harus siap untuk terjun ke lapangan menjadi seorang Bajingan kelas atas dan menguasai dunia.

Saat ini, aku sudah pandai melakukan banyak hal. Mulai dari keterampilan dasar seperti berburu, memasak, dan berkelahi layaknya lelaki sejati. Serta beberapa keterampilan yang kemungkinan besar akan sangat berguna nantinya seperti bermain sulap, berbicara untuk meyakini dan mempengaruhi orang lain, hingga kemampuan untuk mendapatkan wanita dalam sekejap. Sebagai lelaki normal, tentunya aku menyukai wanita. Dan aku sangat paham akan selera wanita yang kuinginkan. Masalah kondisi fisikku dapat diatasi dengan cara memperbaiki penampilan agar orang tidak merasa takut dan aneh ketika berada didekatku.

Setelah aku merasa sudah cukup punya nyali untuk tinggal di kota berpenghuni, kini saatnya aku meninggalkan tempat terpencil tanpa nama ini. Sungguh lucu rasanya mengingat bahwa tempat terpencil yang membuatku menjadi sekarang ini aku tak tahu nama tempatnya. Bahkan aku tak tahu namaku sendiri.

Setelah berjalan beberapa hari, aku tiba di sebuah kota. Kota besar yang tampak banyak sekali aktivitas tanpa henti kecuali setiap orang di sini menginginkannya. Orang pertama yang aku ajak bicara adalah seorang wanita paruh baya namun masih tampak sisa-sisa kecantikannya masa muda dahulu yang bekerja di sebuah toko roti kering dipinggir jalan. Setelah berbicara beberapa menit untuk mendapatkan informasi tentang kota ini, wanita penjual roti kering ini mempersilahkan aku untuk tinggal sementara di rumahnya hingga aku mendapat kepastian tempat tinggal serta pekerjaan.

Sore hari setelah waktunya toko roti kering itu tutup, aku berjalan pulang bersama wanita tersebut ke rumahnya. Kemudian, malamnya kami bercinta begitu hebat sehingga membuat wanita ini kecanduan. Pagi harinya, kami bercinta sekali lagi. Kemudian wanita itu berniat untuk memperkenalkan kepada teman-temannya sesama penjual roti kering yang ternyata juga janda.

Disini petualanganku dimulai. Secara bergiliran, setiap minggu aku tinggal seatap dengan para janda penjual roti tersebut. Selama itu pula aku hidup tanpa mengeluarkan sepeser pun namun tetap mendapatkan uang saku setelah mencuri beberapa keping uang hasil penjualan roti kering. Ketika uang yang kuperoleh sudah cukup, aku pergi meninggalkan janda tersebut tanpa pamit lalu pergi ke janda yang lain untuk melakukan hal yang sama.

Singkat cerita, uang yang telah aku kumpulkan cukup banyak hingga aku mampu untuk membeli rumah mungil serta kendaraan sederhana. Seperti yang aku bilang, aku ini seorang Bajingan. Aku banyak memikat para wanita, baik itu muda maupun berkeluarga agar aku mampu untuk tetap bertahan hidup di kota. Beberapa lelaki yang istrinya kurebut banyak yang melabrak hubunganku namun tetap tidak berdaya melawanku karena aku ini Bajingan yang cerdas dan kuat. Bila wanita tersebut tidak mampu untuk menghidupi aku lagi, aku pergi mencari wanita lain tanpa perlu repot memikirkan perasaan wanita yang aku tinggalkan. Untuk apa aku perlu repot-repot memikirkan perasaan orang lain? Bukankah aku adalah makhluk sempurna yang tidak punya hati?

Aku bersyukur saat ini tidak punya hati. Setidaknya bila aku punya hati, aku tidak pernah menggunakannya dan takkan pernah menggunakannya sampai saat ajal tiba nanti. Bagiku, hati hanyalah seonggok barang fana yang menghalangi tujuan-tujuan manusia.
Sampai suatu ketika, aku merasa bosan atas hidup ini. Aku merasa bahwa sudah cukup Bajingan seperti aku untuk hidup. Sempat berpikir, sebenarnya aku ini bukan Bajingan. Justru mereka manusia yang tampak normal secara fisiklah yang Bajingan. Mereka sedari kecil diajarkan untuk peduli terhadap sesama namun ternyata setelah beranjak dewasa hanya berkata peduli di mulut saja. Mereka hanya mampu berkata, tak mampu bertindak. Mampu bertindak, namun karena memiliki tanduk. Mampu berkata, namun karena tidak memiliki cinta.

Sesaat setelah introspeksi diri, aku menyiapkan sebuah belati. Belati yang kuperoleh dari seorang wanita yang mengatakan bahwa itu adalah belati kesukaan suaminya. Tak ada yang spesial dari belati ini, yang jelas aku perlu menyelesaikan semua sekarang. Kucabut belati tersebut dari sarungnya, lalu kutancapkan tepat di dada. Tidak terasa sakit, namun anehnya sebuah cahaya kecil keluar dari lubang di dada akibat tusukan belati.
Tubuhku lemas tak berdaya, pandanganku menjadi gelap, terakhir kulihat cahaya kecil itu pergi menjauh.


Bukit Jimbaran, 15 April 2015.
Pspsihombing, ditulis dalam keadaan setengah mabuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar